Tuesday, August 07, 2012

Wanita, jangan takut untuk berbuka kerana Dia Kasih Kepadamu

Pandangan Seorang Ustaz



Kasih Allah SWT terhadap kaum wanita tersangat dalam. Dia yang menciptakan kaum wanita dengan penuh kecantikan, kehalusan dan kelembutan. Dijadikan wanita itu sebagai perhiasan dan mutiara yang bernilai di atas mukabumi sebagai pasangan dan teman kepada kaum lelaki.

Dialah Allah yang Maha Mengerti.

Dia mengerti bahawa kaum wanita itu siang dan malam menyiapkan keperluan untuk suami dan anak-anaknya. Di bulan puasa mereka bangun seawal jam 3 pagi demi mempersiapkan makanan untuk bersahur. Ketika itu si suami dan anak-anak masih terlantar tidur nyenyak dan enak. Sebagai ibu dan isteri mereka tidakpernah bersunggut memasak dan mengemas rumah. Setelah suami bangkit dari tidur dan anak-anak dengan celoteh dan telatah mengada-gada mereka si isteri yang merangkap sebagai ibu itu tetap sabar melayani keperluan suami dan kerenah anak-anak.

Selesai makan, meja ditinggakan bersepah.

Wanita itu yang bergelar isteri dan ibu pun akan mengemas, membasuh pinggan dan mengelap meja serta menyiapkan pula pakaian suami dan anak-anak. Baju-baju di sterika dan seluar digosok halus sehingga kemas sang suami memakainya di pejabat. Anak-anak dipakaikan baju sambil memesan itu dan ini agar mereka menjaga pakaian sewaktu di sekolah.

Beg sekolah, buku anak-anak telah siap disemak dan dimasukkan mengikut jadual belajar.Semuanya mereka lakukan dan setelah itu ada di antara mereka yang keluar bekerja bersama-sama suami di luar rumah mencari nafkah dan rezeki halal bagi menampung keperluan belanja bulanan keluarga.

Keletihan pulang daripada kerja di pejabat atau lapangan tidak sempat hilang kerana mereka perlu segera bersiap untuk masak dan mengemas rumah. Belum dicampur kewajipan untuk menguruskan anak-anak serta mempersiapkan keperluan suami apabila pulang ke rumah.

Menyambut suami dan melayaninya sehingga di waktu malam hari, mereka menyerahkan diri dan tubuh kepada suami untuk memenuhi keperluan fitrahnya.

Mereka sungguh-sungguh dikasihani oleh Allah SWT.

Kerana itu Allah memberikan mereka haid.

Kitaran darah merah hitam yang keluar dari tubuh mereka itu menjadi penyelamat dan memberikan mereka rukhsoh serta kerehatan untuk tidak berpuasa di dalam bulan Ramadhan yang diwajibkan berpuasa kepada orang selain mereka.

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah : 185)

Kata ibu orang yang beriman, Aisyah ra : “Kami mengalami haid pada zaman rasulullah masih hidup dan kami disuruh mengantikan puasa (yang ditinggalkan) tetapi tidak disuruh mengantikan solat (yang ditinggalkan).” (hadis riwayat Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)

Wanita, jangan takut untuk berbuka

Allah SWT telah menetapkan bahawa kaum wanita yang menyusu kanak-kanak dan hamil diperbolehkan untuk berbuka puasa tanpa perlu mengantikannya. Ibn Abbas menyebutkan bahawa wanita yang hamil da menyusukan anak serta merisaukan keadaan kesihatan mereka boleh berbuka puasa dan tidak perlu mengantikan puasa mereka. Sebaliknya mereka hanya perlu memberi makan seorang miskin bagi setiap hari menurut jumlah puasa yang ditinggalkan.

Ketahuilah bahawa anda tetap mendapat pahala dangan ganjaran di bulan Ramadhan sekalipun ibadah puasa tidak dilakukan kerana ianya merupakan rukhsoh keringanan yang diberikan oleh Allah SWT kepada anda.

Di dalam surah perempuan (An-Nisa) Allah jelas menyebutkan kepada-Mu akan firman-Nya : “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (An-Nisa : 28)

Puasa bertujuan membentuk taqwa, ketahuilah bahawa takwa itu bukanlah terbentuk dengan meninggalkan makan dan minum atau berlapar dahaga semata-mata sebaliknya dibina melalui latihan meninggalkan apa yang disukai kerana Allah SWT dan melakukan apa yang sukar kerana Allah SWT.

Engkau di bulan ini mahu berpuasa namun tidak mampu, maka berbukalah dan berkebajikanlah di dalam bulan ini dengan cara yang kamu mampu kerana ketaqwaan itu pasti dapat diperoleh di sebalik rahsia-rahsia ibadah dan pengabdian kepada tuhan-Mu.

Hadaplah kepada-Nya dan nyatakan kesyukuranmu sebagai hamba-Nya.

Wassalam.

Wednesday, August 25, 2010
Ustaz Emran Ahmad

My Dear Ramadan Stay-at-Home Mom, I Salute You


MUSLIMMATTERS

July 27, 2012 by Yaser Birjas




My dear Ramadan stay-at-home mom,

I know how much pain it causes you to stay behind at home, taking care of your children while everybody else is enjoying their ṣalāt and tarāwīḥ at the masjid. I know how embarrassing it is for you to come to the masjid with a great hope to be welcomed; you and your little child only to receive the angry looks upon hearing the first cry of your child. I know how much you yearn to go back to the old days before you got married or before you had children, to enjoy a peaceful hour of 'ibādah at the masjid and to have no worries about anything else in the world, let alone a child under your care. I know that all of this is not even close to how you feel about yourself and Ramadan, or about your self-worth in this blessed month of Ramadan while trying to enjoy your 'ibādah and fulfill your spousal and parental role all at the same time. For all of this and more, my dear Ramadan stay-at-home mom, I salute you, and may Allah reward you.

Let me share with you few things hopefully it will cheer you up during your stay at home experience in this month of Ramadan.

1. You are not alone in this.

Even the female companions of Rasūlullāh felt the same way. They were watching men going to the masjid, attending Jumu'ah and ṣalāt with the Messenger of Allah , listening to the beautiful reminders about this world and the hereafter and doing so many other great deeds. As they were confined to their houses and to the care of their families, they felt underachieving and as if they were left out. How could they even match men in reward when they could not do so much? The answer came from the Messenger of Allah himself.

Asmā' bint'l-Sakan al-Anṣāriyyah, on behalf of the women in Madīnah, came to the Prophet while he was surrounded by his companions and asked boldly: “O Messenger of Allah! The men have taken all your time…” and she complained that men are entitled to the reward of the congregational prayers, Fridays, fighting with him and other works of good deeds while women were confined to their houses and taking care of their children. She asked if women share men in the reward for what they are doing. The Messenger of Allah replied, “Go back to the women who sent you and let them know that treating their husbands kindly and taking care of them is equivalent to that all you mentioned.” Reported by al-Bazzar and al-Ṭabarāni

This ḥadīth has always been used to highlight the status of husbands over their wives. Unfortunately, rarely was it used to the advantage of women. This ḥadīth gives women the privilege of earning the reward for participating in a myriad of devotional acts such as ṣalāt, fasting, Ḥajj among many other good deeds only by taking care of one single thing, the familial duty. Taking care of the house chores and being kind to the husband are not that easy either, but it's what most women usually and normally do. They are kind by nature, and sacrifice their lives for their family. They are being rewarded immensely for what they naturally do. This is why spousal duty was made the most dangerous for women to neglect, because it was the most rewarding.

2. Don't be sad about praying at home

One of the biggest misconceptions about ṣalāt at the masjid is that it is considered a privilege and is only granted to men. Well, it's not a privilege. It's a responsibility that men are required to observe at all times unless there is an excuse for them not attend.

When a blind man, Ibn Umm Maktoom, asked the Messenger of Allah to excuse him from attending congregational ṣalāt at the masjid, he had no one to lead him to the masjid. The Messenger of Allah asked him if he was able to hear the adhān, and upon replying in the affirmative, the Messenger of Allah said to him, “I have no excuse for you.” Reported by Muslim and Aḥmad. And in the ḥadīth of Abu Hurayrah in Bukhāri and Muslim, the Messenger of Allah threatened to smoke men out of their houses for not attending 'ishā'and fajr ṣalāt in the masjid.

Therefore, for men it is a duty to attend the masjid and not a privilege. Their reward starts higher at the masjid and is reduced elsewhere while for women it's the opposite.

3. You can still come to the masjid

As long as they maintain the proper dress code and etiquette for going to the masjid, women can still come and attend ṣalāt at the masjid. So don't take me wrong when I say it's better for them to pray at home, the Messenger of Allah has granted them this right in the ḥadīth:

“Do not ban the female slaves of Allah (i.e. women) from attending the houses of Allah (i.e. masjids).” reported by Bukhāri and Muslim.

However, women were given a privilege many men wish they had, which is to get the reward for praying at the masjid while still doing it at home. The Messenger of Allah said, “A woman's ṣalāt at home is better for her than at the masjid.” Reported by Aḥmad, Abu Dāwūd and al-Tirmidhi.

The question is, why? Is it because women are unworthy of coming and attending ṣalāt in the house of Allah? Is it because they are inferior to men? The answer is absolutely no! It is simply a beautiful gesture from the Messenger of Allah in consideration to women's hectic circumstances at home.

Imagine this: to get the 27 degrees reward for congregational prayer, a mother of three young children is required to attend the masjid regularly? How feasible could that be? Not that easy for sure. As a matter of fact, it would be frustrating and perhaps a reason for women to feel guilty and trapped in their own circumstances. Well, rest assured my dear Ramadan stay-at-home mom, your reward has been secured for you while doing what you usually do with no extra effort on your part. Men, on the other hand, are required to make the effort and the trip to the masjid to attend the congregational prayer. As for you, all you need to do is just make your wuḍū' at home, and pray your ṣalāt on time and enjoy your stay at home.

4. Why should women come to the masjid?

Why would women even want to attend the masjid? There are so many legitimate reasons for that, but enough for them is the right Allah's Messenger granted them. However, here in the West, there aren't that many outlets for women to learn their dīn and learn how to practice it in private or public life, and for many, the masjid is the only outlet there. In addition to that, the masjid has become a community center in which families get together and enjoy being in a safe haven. The question for Muslims in the West is not “should women come to the masjid?” but “how can we make the best accommodation for them?”

My dear Ramadan stay-at-home mom,

You might ask, “what if I want to come to the masjid to attend tarāwīḥ?” What's wrong with that? There is nothing wrong with it unless it leads to neglecting more important duties and family priorities. This issue of women coming to the masjid for tarāwīḥ represents a very important community dilemma: are masjids well prepared to receive that many sisters and children?

Many masjids and Islamic centers in America were designed based on how masjids are built in traditional Muslim countries. In these countries, women were not expected to attend the masjid – not necessarily because they were discouraged from attending, although in some countries it is the case, but also because women had many other outlets besides the masjid from which they could learn the practice of their dīn and enjoy spiritual experience. Therefore, the women's section was always underserved and sometimes completely overlooked.

The Islamic centers in America and the West were designed and planned when the community was predominantly an immigrant community, and women were also expected to follow the same traditional role. In many cases, community leaders didn't even think about it as an issue, but with the rise of the new generation and their struggle to fit youth programs within the structure of the masjid, women needed better service at these masjids. Many new masjids today are being designed and built with this need in the minds of the designers and, contrary to traditional masjids, are viewed as family-friendly masjids.

Masjids with traditional designs were not prepared to receive many women and children. They don't have the space, the childcare service, and in many cases the proper women organization for these kinds of events, not to mention the parking spaces. Therefore, if some centers were hostile to women and children from a fiqh point of view, others simply just don't have the proper facility to offer even a mediocre service let alone a professional one for them.

5. Your period is for your recreation

My dear Ramadan stay-at-home mom,

Don't you sometimes want to take a break from so many things in life, such as waking up early for fajr, so you can take that extra time you deserve for rest? Well, you work so hard and you deserve that break. When you are asked to stop fasting and praying during this time and required to stay at home instead of coming to the masjid, it does not mean you are less righteous. The ḥadīth women are “naqisatu 'aqlin wa dīn” refers to women's reason and practice of devotional acts as being less comparing to men (and this is not the place to debate the meaning of this ḥadīth). The ḥadīth speaks about “less” in what women do, not less in who they are or what they become during that time of the month. It's about quantity not quality.

When the Messenger of Allah explained his words, he counted what women usually stop doing during their period, not what they stop becoming, because they never stop becoming devotional or righteous because of what they have no control over (i.e. their period).

Obviously if you stop practicing particular devotional duties during your period for few days it does not make you less righteous, it only makes you less “doing.” After all, even women such as Khadījah, Fāṭimah and 'Ā'ishah were menstruating women, and still they were by far of the most righteous, among women and men, of all time.

Therefore, when your period starts it is more righteous and more devotional to stop great devotional acts such as ṣalāt, fasting, reciting the Qur'an and attending the masjid. Sounds like a paradox, but it is what it is. It's all about obeying Allah and His Messenger Muhammad . However, you can still do lots of other good deeds, including reading tafsīr and the translation of the Qur'an.

My dear Ramadan stay-at-home mom,

If you decided to come to the masjid with your children, unless the masjid provides childcare service, please make sure your children stay under your supervision and make sure to respect your masjid's regulations. The ḥadīth that bans children from attending the masjid is very weak, but being considerate to others is still essential too. Here are few suggestions you may want to consider:

1. Try to get a group of sisters together to take turns babysitting their children in the masjid. A couple of sisters can stay with the children while the others pray, and after two or four rakʿahs they switch until the end of the ṣalāt.

2. If the masjid does not have enough room, you could babysit at the house of one the participating families. In this case, you stay at home one night while others pray and then rotate so that everybody gets a chance to host the children and enjoy praying.

3. Young parents?! The husband and wife can help each other in the same manner – it is part of being kind to one another. I have also seen some young fathers get together in one house and do their tarāwīḥ in jama'ah at home with their young babies around and their wives pray that night at the masjid. It's your priority to pray at the masjid, but part of your good manners is to consider your wife's need too.

My dear Ramadan stay-at-home mom,

If you decided to pray at home, here are few tips for you:

1. Pray with your children if you can, and lead them even if they were boys younger than ten.

2. Do not follow any live broadcast of ṣalātul tarāwīḥ of the Internet or TV. Pray on your own.

3. Even though it's permissible to hold the muṣḥaf and recite from the Qur'an directly, it is still better for you to recite from memory.

4. If you don't know much of the Qur'an, you can still repeat the same sūrah over and over again until the recitation is long enough for you.

5. It is permissible to dim the lights around the house in order to get more focus and concentration.

6. Pray it in the best way you can, and may Allah reward you for your good intention.



My dear Ramadan stay-at-home mom,

Thank you for your patience.

Yaser Birjas
4th of Ramadan 1433
July 24, 2012

Wednesday, July 04, 2012

Nurturing the love of Allah into our children and brain development

By Hanan Dover

All too often we can find ourselves as parents losing our patience with children’s misbehaviour very quickly. Some parents often use Allah’s name in vain and anger as a way to control their children’s behaviour into submission. Little do parents know the long term consequences of the negative use of Allah’s name on a child’s emotional and psychological development.

An interesting fact that is often not known by parents, is that 90% of a child’s brain develops during the first 5 years of their life. The time of an infant’s brain development is vital for preparing the child’s intelligence, emotional stability, and personality.




A child is not born with a fully developed brain, similar to that of the heart and stomach. Whilst the brain cells are formed before birth, most of the connections are actually made during infancy and early childhood. It is during this stage of a child’s development where a parent or caregiver’s emotional attachment to the child will play a central and crucial role in shaping their child’s experiences. In turn, they can use this period to maximize the child’s neural brain connections towards positive healthy emotional and psychological development. It is not only the genes of the child that influences human development, but it is the gene’s interaction with the environment that is most critical in a child’s brain development. A child’s brain is just as active as an adult brain. Hence, this is the reason why it is very important for parents to talk and play with their infant children.

Talking and playing with infant children establishes the foundations important for learning language, especially when learning is in fact easiest for the child during their younger ages. Children don’t need excessive educational and academic activities to develop their brain potential. What they do require is love, care, play, singing, and new experiences to develop into emotionally healthy children.

Most emotions are developed based on cognitive and language development. Fear is one of the strong emotions that many children experience during the early childhood stage. In Islam, the emotion of fear is considered instinctual. Parent who have held their newborn child and accidently moved their secure arms slightly whilst grasping the child, know that this action would trigger an automatic startle response by the newborn child. Also, as children grow older they develop active imaginations trying to make sense between reality and make-believe. This makes them susceptible to strong fears. It is also the reason why young children may show intense fears to thunderstorms, lightening, imaginative monsters and boogey-men, the dark, etc. Emotions of fear need to be controlled in a disciplined and nurturing manner.

One of the common problems amongst religious parents, is when parents take advantage of the emotion of fear to control their children’s responses and behaviours into sumission in order that they follow their parenting rules. Some parents believe that in order to shape their children into obeying their requests, that they need to introduce to their children the strong fear of Allah (swt) so that their children obey them. What results from this is that parents introduce and reinforce to their child, Allah’s (swt) characterisitics in a punitive way during the most critical time of their developmental life. Allah’s (swt) loving charactertistics are replaced with fearful one’s by the parent. This is harmful for a child’s spiritual and emotional development and can lead to long term consequences. This strong fear can also develop in other ways as the child becomes an adult where other emotional issues may manifest.

For example, comments like: “If you don’t listen to me, Allah will send you to Hell”, “If you don’t finish your homework, Allah will punish you”. What happens is that the child’s brain cultivates a punitive view of Allah (swt), and not a loving one. A loving Allah, is the correct reality in which we are instructed in Islam to understand Him. However, parents can often reinforce in their child’s memory a negative view of Allah (swt). Hence, as the child ages and matures to become an adult, the mere mention of Allah, can elicit a punitive notion of a God who merely punishes woring actions. This is the result of the early imprinting on the child’s brain in terms of the concept of God. It becomes reinforced into memory. If this threat is continued by the parent to the child, it can become permanent and often difficult to change. This is not suggesting that this view cannot change as children become adults, but what it does suggest is that it will be harder to change unless there is an active attempt to change one’s perspective of Allah (swt) through appropriate means of knowledge acquisition.

Children are in need of their parent’s support in order to guide and nurture them towards healthy development. Young children do not have the capacity to discern between right and wrong. Hence, it is up to their parents to guide and nurture their emotions in a beneficial and helpful manner.




One of the ways parents can shape their child’s behaviour, while still maintain a positive and true view of Allah is to associate doing good with Allah (swt). For example, “Allah loves those who are good to their parents” or “Allah is most pleased with you when you are doing your homework so you can learn because Allah loves his creation to gain knowledge through education”. These are simple, but highly effective ways that honour Allah’s Divine characteristics without misusing Allah’s name for a personal gain. By honouring Allah’s name and loving characteristics, you are aligning the love of Allah and encouraging good in a way that makes sense to a young child. In this way, a child’s brain can be nurtured with love, good thoughts, and the cultivatation of good and righteous behaviour manifest.

When a neural brain connection is used repeatedly in the early years, it can be hard to change. For example, when parents repeat words and phrases as they talk to babies, babies subsequently learn to understand speech and strengthen the language connections in the brain. So, please, use Allah’s (swt) names in goodness to raise loving, righteous, and emotionally healthy children.

How Can I Make My 3-Year Old Love Allah?


ONISLAM

http://staging.onislam.net/english/ask-about-parenting/emotional-and-intellectual-development-tarbia/449617-how-can-i-make-my-3-year-old-love-allah.html?Intellectual_Development_(tarbia)=




Name of Questioner: SK

Reply date: 2010/11/02

Question: My daughter is 3 years old. I feel it is the right age to start introducing the concept of the existence of Allah. However, I do not know how to begin; I feel this concept is very much abstract to be perceived by a 3-year old. But, in the same time I feel it is necessary to start introducing such concept in her awareness; not only the existence of Allah, but the fact that he is the Creator, his Will is the only thing that could make things happen or don’t happen, that he is the one who gives us money, food, people we love; and the fact that we try to be good people and to stop doing bad things so that Allah loves us and rewards us with Jannah. I am afraid I would say it in a way that would make her intimidated instead of making her understand the concept and love Allah. Please advise me whether it is too early for this or it is the right time to start; and if it’s the time I need to know how to deliver these messages in an appropriate way.

Counselor: Mona Younes

Answer
As-salamu`alaykum sister,

Sister, ma sha’a Allah, I commend you, because you are very much aware, of what should be done in order to provide your beloved daughter, although being still very young, with the emotional stability and healthy psychological development needed. I will begin by citing your own words:

“I feel it is necessary to start introducing such concept in her awareness; not only the existence of Allah, but the fact that he is the Creator, his Will is the only thing that could make things happen or don’t happen, that he is the one who gives us money, food, people we love; and the fact that we try to be good people and to stop doing bad things so that Allah loves us and rewards us with Jannah.”

In other words, you are aware about the WHAT should be done, but you are asking about the HOW to do that. To understand how to commence the dialogue about Allah, as a Creator, His Will, His characteristics and ultimately his instructions, let us go one step back and try to understand our child, his development and needs.

“An interesting fact that is often not known by parents, is that 90% of a child’s brain develops during the first 5 years of their life. The time of an infant’s brain development is vital for preparing the child’s intelligence, emotional stability, and personality.” (A citation from a recently published article of Dr. Hanan Dover, an Adjunct lecturer at University of Western Sydney)*[i]

In other words, the brain is not fully developed when a child is born, contrary to other organs. This is why, that during the first 5 years of a child’s development, there is such a tremendous influence his caregivers (parents or otherwise) can have over his emotional and psychological development. Doesn’t this scientific fact, remind you of something? It reminds us of the Hadeeth of Prophet Mohammed (P.B.U.H.): "Every new born has the correct instinct, his parents make him Jewish, Christian or a fire worshipper."

This shows how much a child’s experience, child’s development and character is shaped, molded and impacted by those surrounding him during his childhood. That’s why it is very important to interact with the child in a positive way, a way that goes in accordance to his needs, as a child. Hence, it is important for parents and those surrounding the child to talk to him, play, sing and tell stories. As it is through these acts we can ‘teach’ whatever is abstract in a very simple and yet effective way. This is so important, because talking, playing, singing, loving, caring, storytelling and living together in a passionate manner will, inshallah, lead to a healthy emotionally developed child. Don’t forget the Prophetic advice: “Play with your son [for] seven [years], then discipline him [for] seven [years], then be his friend for seven years, then give free rein to him.” This of course, goes for both genders. According to the Hadeeth, we are still in the first phase, the phase of ‘Playing’.
What has all that to do with your question? This is the core of the answer. What you have to do is simply trying to convert all abstract concepts (Allah, Creator, His Will, His Blessings ….) whilst doing all the previous actions. Children at that age do not need excessive academic or educational (in the sense of schooling) activities to develop their brain. They need to be nurtured, within the context of their daily life. Here is a set of examples:

Allah, the Creator

If you want to ‘teach’ your beloved little 4 year-old daughter about Allah being our and everyone’s Creator, walk with her in the garden and admire the beauty of flowers. In a very natural context smile and spontaneously, say, “Mash ‘Allah, what a beautiful flower. Why shouldn’t it be beautiful? Isn’t Allah its creator?” Look at the sun and relate its creation to Allah. “Masha’a Allah, how big is the ocean, the sea, the sun, the sky… Allah is its Creator, Allah is the Greatest, the most Powerful, the most Capable and the most Merciful.”



This should be happening in the usual daily life context- when opening the window and feeling a slight breeze entering the room, when smelling delicious food, when admiring the smiling face of a nearby passing baby… “Masha’a Allah, how Great and Merciful is Allah. It is only Allah, who can create such beauty, such perfection…


Blessings of Allah

It is very important at this early age to pinpoint to the blessings and bounty of Allah. Again, this has to happen, in the context of the daily life routine. This can be done very easily. “Do you know why we are able to hear? Because Allah blessed us with ears. Without His Blessings, we won’t have been able to hear, see, smell or breathe. Let your daughter hear your heart beats, smell roses and flowers, touch running water and differentiate between the smooth surface and a rocky one. Always, explain what it would be like without each blessing: What would it be like if we were not able to differentiate between woolen clothes and those made of silk or cotton? We won’t be able to wear the right clothes, when we feel cold and when it is winter. How awful would it have been, if we could not smell? We wouldn’t be able to differentiate between fresh and sour milk, and so on.


Allah and our deeds

It is very important to nurture our children with the passion and love towards Allah. Children at your daughter’s age are unable to discern between right and wrong. Hence, it is up to us as parents to nurture their emotions in a beneficial and helpful manner.




One of the ways to do that is to associate ‘Good deeds’ with the Will of Allah (SWT), and His Contentment. For example, “Allah loves those who respect and obey their parents” or “Allah is most pleased with you when you are doing your homework so you can learn because Allah loves his creation to gain knowledge through education”. Again citing some words from Dr. Hanan’s article:

“By honoring Allah’s name and loving characteristics, you are aligning the love of Allah and encouraging good in a way that makes sense to a young child. In this way, a child’s brain can be nurtured with love, good thoughts, and the cultivation of good and righteous behavior manifest.”

At last, do not forget to make duaa, may Allah bless your little child with the right understanding, a strong faith and real love and passion towards Allah and Islam.



--------------------------------------------------------------------------------

[i] Dover, Hanan (25 May 2010). Nurturing the Love of Allah into our Children and Brain Development . From: http://muslimvillage.com/2010/05/25/nurturing-the-love-of-allah-into-our-children-brain-development/ Retrieved on October 31, 2010.

Friday, June 22, 2012

Kes Bunuh Diri Tentera Amerika Meningkat Mendadak

Bismillahhirrahmanirrahim.

Umum mengetahui, sejak peristiwa 9/11, Amerika bermati - matian memburu 'terrorists' Muslim dan mula menyerang Iraq dan beberapa negara Islam yang lain di atas tiket untuk menegakkan keamanan. Amerika Syarikat melaburkan berbillion - billion dolar dan mempertaruhkan beribu - ribu nyawa rakyatnya yang menjadi tentera untuk melaksanakan misi mereka ini.

Namun tak ramai yang mengetahui bahawa disebabkan tindakan ini, jumlah kes bunuh diri di kalangan tentera Amerika Syarikat semakin meningkat. Statistik menunjukkan jumlah kes bunuh diri meningkat dari 10 orang per 100,000 askar pada tahun 2001 kepada 16 orang per 100,000 askar pada tahun 2008.

Sebenarnya saya merasa kasihan kepada para tentera Amerika. Pastinya mereka tertanya - tanya kenapa mereka yang perlu pergi menyerang negara - negara Islam tersebut, sedangkan negara - negara itu tidak sedikitpun mengganggu kehidupan mereka. Amerika Syarikat masih utuh sebagai sebuah negara dan tiada siapapun yang datang menjajah mereka. Kenapa pentadbiran Amerika seolah - olah takut kepada bayang - bayang sendiri dan yang paling sedihnya kenapa tentera ini yang 'dikorbankan'?

Begitulah kehidupan kalau hanya berteraskan duniawi dan tidak percayakan Allah dan Hari Akhirat. Kasihan mereka...



Berikut merupakan laporan kajian dan beberapa approach yang dicadangkan kepada pihak tentera Amerika untuk mengatasi masalah mereka:

http://www.rand.org/news/press/2011/02/17.html


FOR RELEASE

Thursday
February 17, 2011

U.S. military officials should improve efforts to identify those at risk and improve both the quality and access to behavioral health treatment in response to a sharp rise in suicide among members of the nation's armed forces, according to a new RAND Corporation study.

Needed changes include making service members aware of the advantages of using behavioral health care, ensuring that providers and chaplains are delivering high quality care, and assuring that service members can receive confidential help for their problems, according to the report.

"Efforts should focus on changing the culture at all levels of the military to encourage those in distress to seek help along with efforts to identify and intervene with service members who are at risk of suicide," said Rajeev Ramchand, the study's lead author and a social scientist at RAND, a nonprofit research organization. "While the military already has made many important changes, there is still more that can be done."

RAND was asked by the Department of Defense to evaluate information about military suicides, identify the agreed upon elements that should be a part of a "state-of-the-art" suicide prevention strategy, and recommend ways to make sure the programs and policies provided by each military service reflect the best practices.

Suicide rates in the military have increased sharply since 2001, rising from about 10 per 100,000 service members to nearly 16 per 100,000 service members in 2008. Historically, the suicide rate in the military has been lower than the adjusted civilian suicide rate, but the RAND study shows that in recent years this gap has narrowed. The increase in the military suicide rate has been driven primarily by an increase in suicides by members of the Army.

RAND researchers reviewed research relating to a wide range of suicide prevention strategies and concluded that while some practices show promise, there is sparse evidence showing that programs or interventions reduce suicide. The bulk of the evidence that does exist focuses on the delivery of high-quality care for those with behavioral health problems and those who are at imminent risk for suicide.

Researchers prepared a series of recommendations aimed at strengthening suicide prevention program across the military services, including:

Track suicides and suicide attempts systematically and consistently across all of the military services. While the Department of Defense has adopted a new surveillance program, it is important to make sure each of the military services uses the same criteria to define suicide attempts and that information is shared among different military services.
Raise awareness and promote self-care by encouraging those in need to seek help and ensure that suicide-prevention efforts are linked to other behavioral health programs across the armed services.
Improve efforts to identify those at risk for suicide through strategies such as educating gatekeepers about how to identify those having troubles and improve surveillance programs to help identify risk factors.
Facilitate access to quality care by making service members aware of the benefits of behavioral health services and by educating them about the different types of behavior health care providers that are available to them.
Develop procedures to restrict access to lethal means for those at high risk, such as standardized "unit watch" or "suicide watch" policies.
Provide military leaders with guidelines on how to respond to suicides that occur under their command to help other service members deal with the loss.

The study, "The War Within: Preventing Suicide in the U.S. Military," is available at www.rand.org. Other authors of the study are Joie Acosta, Rachel M. Burns, Lisa H. Jaycox, and Christopher G. Pernin.

The research was by the RAND National Defense Research Institute, a federally funded research and development center sponsored by the Office of the Secretary of Defense, the Joint Staff, the Unified Combatant Commands, the Navy, the Marine Corps, the defense agencies and the defense Intelligence Community.

Thursday, June 14, 2012

Anak mengalami sawan?

Menurut Paediatric Protocols for Malaysian Hospitals, demam sawan bermaksud sawan yang berlaku ketika anak berusia dari 3 bulan sehingga 6 tahun dan mengalami demam panas, yang mana anak – anak ini tidak pernah mengalami sebarang masalah otak (seperti Cerebral Palsy, pendarahan di otak dll) atau sebarang ketidakseimbangan elektrolit (seperti cirit – birit atau muntah yang terlalu teruk, badan kekeringan air yang teruk dll).

Bagaimanakah yang dikatakan demam sawan atau tarik itu?
Antara ciri – cirinya adalah:
1. Suhu bada meningkat melebihi 38.0 darjah Celcius
2. Tidak sedarkan diri / tidak responsif ketika dipanggil
3. Keseluruhan tangan dan kaki bergoncang atau tersentak – sentak (jerk)
4. Kedua bebola mata naik ke atas
5. Keluar air liur berbuih – buih dari mulut
6. Biasanya tempoh sawan adalah kurang dari 5 minit
7. Biasanya anak menjadi mengantuk sehingga mencapai tempoh sejam dari kejadian sawan tadi

Perlu ditegaskan walaupun keadaan anak pada ketika itu nampak menakutkan dan serius, tapi demam sawan yang mudah (simple febrile fits) mempunyai prognosis yang amat baik.

Tips – tips ketika anak mengalami sawan

1.Jangan panik, hendaklah bersikap tenang dan cuba kawal diri. Anda perlu tenang dan rasional supaya dapat membantu anak anda yang mengalami sawan. Jika anda juga turut panik dan menangis – nangis, ini boleh membahayakan keadaan anak anda ketika itu.

2.Sentiasa ingat bahawa sawan yang disebabkan oleh demam panas sangat jarang boleh menyebabkan kematian walaupun nampak seperti anak tidak responsif kepada panggilan anda pada ketika itu.

3.Pastikan keselamatan anak ketika sawan. Jika dia berdiri, maka baringkan dia sambil mengiring ke sebelah kiri. Rendahkan kepala dari badan supaya sebarang cecair yang keluar dari mulut tidak akan termasuk ke dalam paru – paru.

4.Lap sebarang cecair yang keluar dari mulut seperti muntah, air liur atau lendir.

5.Jauhkan dia dari benda – benda yang merbahaya seperti pisau, api atau baldi berisi air untuk mengelakkan sebarang kemalangan lain yang boleh meragut nyawa seperti tertusuk oleh pisau, terkena api atau kepalanya terendam di dalam baldi berisi air.

6.Longgarkan pakaian anak, terutamanya sebarang pakaian / rantai di sekeliling leher untuk mengelak dari tercekik.

7.Tidak perlu meletakkan sebarang objek keras di dalam mulut seperti sudu atau kayu walaupun dia tergigit lidahnya sendiri. Adalah lebih merbahaya kalau sudu atau kayu itu terpatah lalu menyebabkan anak tercekik.

8.Jangan beri sebarang air atau ubat melalui mulut pada waktu serangan berlaku (dikhuatiri tercekik atau tersedak).

9.Kawal kepanasan badan anak:
a) Buka baju dan demah badan dengan air biasa (tepid sponging)
b) Berikan sirap PCM mengikut dos yang ditentukan pada setiap 6 jam

10. Biasanya demam sawan hanya berlaku dalam tempoh masa beberapa minit sahaja. Namun kalau ini adalah kali pertama, atau ia berlanjutan lebih dari 15 minit, atau ia berlaku berulang – ulang kali, maka segeralah bawa anak ke hospital yang terdekat untuk pemeriksaan lanjut.


Tidak semua kanak – kanak yang mengalami demam sawan perlu ditahan di hospital. Antara sebab utama jika mereka ditahan di wad adalah:

1.Untuk memastikan tiada penyakit di dalam otak terutamanya jangkitan di selaput otak seperti meningitis.

2.Jika terdapat kebarangkalian mendapat sawan yang berulang – ulang.

3.Untuk memeriksa dan merawat penyebab demam (seperti jangkitan paru – paru, jangkitan air kencing atau jangkitan anak telinga).

4.Untuk meredakan kegelisahan ibubapa terutamanya jika anda tinggal jauh dari hospital.

Seringkali anda akan diberitahu bahawa anak anda perlu diambil air tulang belakang (lumbar puncture, LP) jika dikhuatiri terdapat jangkitan pada selaput otak (meningitis). Dan seringkali juga ramai ibubapa yang takut dan risau dengan prosedur ini – ada yang mengatakan anak menjadi lumpuh selepas prosedur ini dilakukan. Perlu dinyatakan di sini bahawa berdasarkan pengalaman penulis dan ramai doktor di Malaysia ini, prosedur ini adalah selamat dan amat penting dilakukan supaya dapat mengenalpasti jenis kuman atau virus di selaput otak. Ini penting supaya rawatan yang betul dapat diberikan kepada anak anda dan ini mungkin dapat menyelamatkan nyawanya dengan izin Allah. Segala mitos mengenai LP adalah tidak benar dan hanyalah kepercayaan kebanyakan orang kita sahaja.


Prognosis / harapan
Demam sawan adalah kejadian yang tidak merbahaya dan mempunyai harapan yang baik:

* hanya 3% dari populasi menghidap demam sawan
* 30% darinya boleh berulang kembali selepas serangan pertama
* 48% darinya boleh berulang kembali selepas serangan kedua
* cuma 2-7% berubah menjadi sawan tanpa demam atau epilepsi
* tiada bukti menunjukkan terdapat sebarang kecacatan neurologi atau kecacatan otak selepas demam sawan
* tiada kematian pernah dilaporkan disebabkan oleh demam sawan

Sentiasa ingat bahawa setiap kejadian yang berlaku adalah ujian dari Allah Taala. Oleh itu, jangan sesekali lupa untuk sentiasa berserah kepada Allah dan sentiasalah meminta bantuanNya pada sepanjang masa. Kita diwajibkan untuk berusaha dan berikhtiar dengan bersungguh - sungguh, dan dalam hal ini untuk merawat anak. Ini boleh dilakukan dengan segera menghantar anak ke hospital untuk diperiksa oleh doktor dan memberi kerjasama yang sebaiknya kepada pihak hospital. Di samping itu, adalah menjadi tanggungjawab kita sebagai ibu bapa untuk turut mencari info dan ilmu mengenai penyakit atau kejadian yang berlaku kepada anak kita supaya kita faham terhadap apa yang berlaku kepadanya.

Jangan sesekali tunduk kepada bisikan syaitan yang mengatakan anak anda tersampuk hantu, jin mahupun penunggu. Jangan terpedaya dengan cakap - cakap orang, ibu bapa atau orang - orang tua yang mengatakan bahawa anak anda disihir orang atau terkena buatan orang. Dapatkan bantuan dan rawatan dari pihak kesihatan terlebih dahulu supaya anda dapat pastikan apakah yang berlaku kepada anak anda. Jika anda tidak puas hati atau kurang yakin dengan rawatan seseorang doktor, adalah menjadi hak anda untuk mendapatkan pendapat kedua atau 'second opinion' dari doktor atau hospital yang lain. Ketahui hak anda sebagai pesakit atau saudara kepada pesakit. Setelah anda yakin dengan maklumat dan keadaan anak yang diberikan oleh pihak kesihatan, maka lebih mudah untuk anda tidak terpengaruh dengan kata - kata orang lain yang tidak berpengetahuan mengenai apa yang berlaku kepada anak anda.

Sebenarnya isu sebegini amatlah penting kerana ia melibatkan Aqidah anda sebagai seorang Muslim. Masih ramai ibu bapa yang terpedaya lalu pergi berubat dengan dukun, pawang, bidan dan sebagainya tanpa menyedari bahawa mereka sedang mempertaruhkan Aqidah mereka untuk itu. Jangan! Kerana yang rugi dan mendapat dosa adalah anda sendiri jika terjatuh ke lubang syirik yang mana tiada pengampunan dari Allah Taala. Sentiasa berhati - hati dan berfikir panjang sebelum membuat sebarang keputusan yang merugikan akhirat anda.

Allahua'lam. Semoga bermanfaat di dunia dan akhirat.



Rujukan:

1. Paediatric Protocols for Malaysian Hospitals, edisi 2, tahun 2008. http://mpaweb.org.my/article.php?aid=67

2. Febrile seizures: current role of the laboratory investigation and source of the Fever in the diagnostic approach. Teran CG, Medows M, Wong SH, Rodriguez L, Varghese R. Pediatr Emerg Care. 2012 Jun;28(6):493-7.

3. Febrile seizures: an epidemiological and outcome study of 482 cases. Sfaihi L, Maaloul I, Kmiha S, Aloulou H, Chabchoub I, Kamoun T, Hachicha M. Childs Nerv Syst. 2012 May 9.

4. Febrile seizures: current views and investigations. Reid AY, Galic MA, Teskey GC, Pittman QJ. Can J Neurol Sci. 2009 Nov;36(6):679-86.



Wednesday, June 13, 2012

Si Ketam Kecil

Setiap hari semakin banyak penemuan dilakukan oleh para penyelidik di seluruh dunia mengenai Kebesaran Allah Taala. Ilmu - ilmu dan fakta - fakta mengenai sains, perubatan, laut, alam dan sebagainya menjadi bermanfaat bagi setiap Muslim jika anda mampu berfikir dan melihat kebesaran Allah pada setiap keajaiban alam tersebut. Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang mendekatkan diri kita kepada Allah SWT tanpa mengira apakah jenis ilmu tersebut, samada sains, geografi, kemanusiaan, matematik, fizik dan lain - lain. Tinggal lagi, kitalah sebagai hambaNya harus sentiasa berfikir dan mengaitkannya dengan Kekuasaan Allah Yang Maha Pencipta, Subhanallah!

Saya terjumpa satu artikel yang menarik di dalam NatGeo Kids. Mengenai kisah si ketam kecil (saiznya kurang dari 1cm) yang saban hari tugasnya adalah membersihkan terumbu karang di Lautan Pasifik. Terumbu karang itu menyediakan tempat tinggal untuk si ketam kecil, manakala si ketam pula bertugas membuang segala kotoran pada terumbu tersebut. Itulah yang dinamakan 'simbiosis' ataupun sifat tolong - menolong yang sememangnya amat dihargai di dalam agama Islam. Cerita si ketam kecil ini, bukan saja sesuai dijadikan pengajaran mengenai kebesaran Allah Taala kepada anak - anak kita, malah turut mengajar mereka erti ukhuwwah dan tolong - menolong dari perspektif si ketam kecil dan terumbu karang, insyaAllah! :)

VERSI ANAK - ANAK

Crabs Clean Up


A trapeziid crab sweeps out sediment from corals.
Photograph by Hannah Stewart



The tiny trapeziid crab helps keep delicate coral reefs alive.
Photograph by Hannah Stewart

Text by Catherine Clarke Fox

Researchers have discovered that tiny crabs about a third of an inch (one centimeter) long take care of a huge job. They actually help keep coral reefs alive. And that's important, because more than nine million species depend on coral reefs around the world for food and shelter.

These tiny crabs, called trapeziid crabs, accomplish a lot despite their size. Particles of dirt, or sediment, are bad for living coral.

"If sediment builds up on the coral, the weight of it can damage the coral," explains researcher Hannah L. Stewart of the University of California Santa Barbara's Marine Science Institute. "Sediment can also block the light healthy coral needs."

Like many living things, the crab and the coral have a symbiotic relationship; that means they each help the other. The coral provides a home for the crab, and the crab protects the coral.

"An organism doesn't just survive on its own," says Stewart. "There are a lot of interactions that go into the success of every organism. That's the web of life."


VERSI DEWASA

Tiny 'Housekeeper' Crabs Help Prevent Coral Death in South Pacific



Tiny trapeziid crab helps prevent coral death. Credit: Hannah Stewart, UCSB


Tiny crabs that live in South Pacific coral help to prevent the coral from dying by providing regular cleaning "services" that may be critical to the life of coral reefs around the world, according to scientists from the University of California, Santa Barbara.

The story of the relationship between the crab and the coral is described in the November 2006 issue of the journal Coral Reefs and is now available on-line. The coral provides a home and protection for the crabs. The crabs provide "housekeeping" duties for the coral, routinely "sweeping" out sediment that falls onto the coral, according to the study.

Thus the relationship between the corals and the trapeziid crabs is mutually beneficial, or symbiotic. The little crabs, measuring only a centimeter wide, make their home in branching corals like Acropora or Pocillopora. The research was done on coral reefs near the shore of the French Polynesian island of Moorea, in the South Pacific.

"Although we don't know much about these crabs, we do know that they are ‘picky,' and are always tasting and exploring," said Hannah L. Stewart, first author of the paper and a postdoctoral researcher at UCSB's Marine Science Institute (MSI). "They use their front appendages to manipulate and shovel out the sediment."

Stewart said that this family of crabs is common around the world. "This relationship probably occurs all over the Pacific and is likely more ubiquitous than we know," she said. "Crabs are in corals everywhere. There are major ecological implications to this research; species of crabs that associate with corals may be more important than we realized."

She explained that coral reefs are one of the most productive and diverse ecosystems in the world. They support more than nine million species and provide a livelihood for millions of people around the globe.

The accumulation of sediment on coral tissue is known to reduce metabolic and tissue growth rates of coral, increasing the probability of bleaching and coral death. Many corals can remove some sediment from their surfaces but high sediment loads can be deadly. Predicted increases in sedimentation threaten coral reefs in many near shore areas around the world.

Coral reefs are threatened by a variety of environmental changes. For example, higher water temperatures and increased ultraviolet radiation, which are associated with climate change, are sources of widespread coral bleaching. Changing land use patterns, caused by population increase on the coasts, are another threat because population growth increases the sediment load on coral. This is due to the higher amount of water run-off from development, deforestation with erosion, and expansion of agriculture.

The studies were conducted as part of The Moorea Coral Reef Long Term Ecological Research Site (MCR LTER), located in the complex of coral reefs and lagoons that surround the island of Moorea. Stewart performed the research with Sally Holbrook, professor and vice chair of UCSB's Department of Ecology, Evolution and Marine Biology; Russell Schmitt, a professor in the same department and the director of the MSI's Coastal Research Center; and Andrew Brooks, assistant research biologist at the MSI and deputy director of the MCR LTER. Experiments were carried out in the coral reef as well as in the laboratory.

The scientists showed the importance of trapeziid crabs by gently removing crabs from sections of the two species of branching corals on a coastal reef. This resulted in 50 to 80 percent of those corals dying in less than a month. By contrast, all corals with crabs survived. The nature of this common symbiotic relationship had not been recognized until this study. For surviving corals that lacked crabs, growth was slower, tissue bleaching was greater, and sediment load was higher.

Laboratory experiments revealed that corals with crabs not only shed substantially more of the sediments deposited on coral surfaces, but also that crabs were most effective at removing grain sizes that were most damaging to coral tissues. These were the largest grains studied, those measuring two to four millimeters in width.

Source: UCSB


http://phys.org/news80842177.html


http://kids.nationalgeographic.com/kids/stories/animalsnature/crabs-clean-up/

Monday, June 11, 2012

Di celah - celah kehidupan

Hari ini berjumpa satu Pakcik yang berjalan dalam kepayahan masuk ke bilik saya. Dia baru membuat ujian darah dan saya ditugaskan untuk memberi nasihat mengenai keputusan ujian darah yang telah dilakukannya. Melihatkan dia berjalan dalam kepayahan itu, saya terus bertanya dahulu, apakah cerita di sebalik ujian darah tersebut?

Pakcik itu memberitahu, lebih kurang sebulan yang lalu, dia didapati menghidap penyakit Kencing Manis. Dia telah diberi ubat yang bersesuaian oleh doktor di klinik kesihatan. Ketika itu, tiadalah sebarang masalah yang dihadapi. Selepas itu, dia telah diperkenalkan dengan sejenis 'Kopi' yang dikatakan mampu merawat Kencing Manis, Kolestrol Tinggi dan meningkatkan kesihatan badan secara umumnya. Katanya, pada kotak 'Kopi' tersebut terdapat lukisan yang menunjukkan bagaimana 'Kopi' tersebut mampu 'menghakis' lapisan lemak di dalam perut!.

Pakcik itu telah menghabiskan beberapa bungkusan kopi tersebut dan selepas itu dia mula merasakan kesakitan di dalam perutnya. Seluruh kaki turut merasa sakit. Dia juga mengalami najis berdarah dan najisnya bertukar menjadi hitam pekat seperti minyak tar.

Bila dilihat keputusan darahnya, memanglah dia mengalami kekurangan Zat Besi dan kandungan Hemoglobinnya juga turut merosot menghampiri nilai yang di bawah paras normal.

Dia sudah mendapatkan temujanji di sebuah hospital kerajaan untuk membuat 'Gastroskopi'. Saya dapat menjangkakan yang terdapat ulser di dalam perutnya, berdasarkan simptom yang dihadapi dan keputusan darah yang dilakukannya.

Akhir ayat dari Pakcik itu adalah, “Rasa macam nak sumpah si penjual 'Kopi' itu!” dalam nada yang tertahan...

Sunday, June 10, 2012

Tips – tips Merawat Anak Demam



1. Banyakkan berdoa memohon perlindungan dan kesihatan dari Allah SWT dan membaca ayat – ayat lazim kepada anak anda. Jika dia sudah besar, minta dia membacanya sendiri selalu. Ingatkan padanya bahawa ini adalah ujian dari Allah kerana Allah sayang kepadanya.

2. Sentiasa memberi ubat yang diberikan oleh doktor mengikut dos dan masa yang ditetapkan. Ingat, ubat paracetamol (PCM, panadol) hanyalah untuk menurunkan suhu badan anak yang panas, namun ia tidak dapat melegakan punca demam. Majoriti punca demam bagi anak – anak adalah disebabkan oleh jangkitan virus dan bakteria dan PCM tidak boleh membunuh virus atau bakteria tersebut. Sebaliknya antibodi yang dihasilkan oleh anak itu sendiri sahaja yang mampu melawan virus yang menyerangnya. Manakala antibiotik diperlukan jika anak dijangkiti oleh kuman atau bakteria.

3. Pastikan di rumah ada alat termometer dan juga jam loceng. Bila tiba masanya, jangan lupa memberi ubat paracetamol dan antibiotik (jika perlu) dan sentiasa memantau suhu bayi. Jam loceng amat berguna untuk mengejutkan kita bila memberi ubat dan memantau suhu anak di waktu lewat malam atau awal subuh.



4. Satu lagi cara yang amat berkesan adalah dengan memberikan susu ibu sebanyak dan sekerap mungkin kepada anak jika dia masih menyusu badan. Ini kerana di dalam susu ibu terdapat banyak faktor – faktor yang boleh melawan virus dan kuman seperti antibodi (sIgA, IgG), sel darah putih, laktoferrin, lysozyme dan banyak lagi. Itulah sebabnya kebanyakan bayi yang menyusu badan sangat jarang mendapat demam, dan kalau demampun, dia cepat sembuh. Perlu diingatkan bahawa tiada satupun susu formula yang mempunyai kelebihan seperti ini berbanding dengan susu ibu.

5. Jika bayi sudah berumur lebih dari 6 bulan, atau sudah mula makan selain dari susu, cubalah sebaik mungkin untuk memberinya makan. Jangan dipaksa, tapi jangan pula dilengahkan. Ini kerana anak kita memerlukan tenaga yang secukupnya untuk melawan jangkitan yang dialaminya. Memanglah pada kebiasaannya anak yang demam akan hilang selera makan, tapi itu bukanlah bermakna ia menjadi tiket untuk kita tidak memberikan dia makan seperti biasa. Untuk memudahkan proses ini, berikan makanan yang mudah dihadam seperti bubur yang cair, sup ayam dan lain – lain. Jika si kecil masih menolak, cuba berikan dalam kuantiti yang sedikit tapi kerap, misalnya 1-2 sudu selang 10 minit. Yang penting, dia perlukan sumber tenaga yang secukupnya di saat – saat yang genting ini.

6. Pastikan anak mendapat cecair yang secukupnya. Ini kerana ketika demam, suhu badan yang meningkat akan menyebabkan badannya mudah kekeringan air. Badan yang kekeringan air lebih lambat untuk sembuh dan ini akan membawa ke masalah yang lain pula seperti ketidakseimbangan elektrolit (garam galian) di dalam badan dan kalau kekeringan air ini dibiarkan melarat, boleh menyebabkan anak mendapat sawan, kerosakan buah pinggang dan otak dan mungkin boleh menyebabkan kematian. Cecair yang dicadangkan adalah seperti susu ibu (jika berusia kurang dari 6 bulan), jus buah yang dicairkan, sup ayam atau sup daging, air nasi, air kelapa, air barli atau air kosong.

7. Pakaikan anak dengan pakaian kapas dan nipis. Bayi yang masih kecil tidak perlu dibedung pada waktu ini supaya haba badan yang panas lebih mudah dapat keluar. Jika perlu, buka pakaian bayi dan letak bayi di tempat yang lapang dan berangin untuk memudahkan pengaliran haba keluar dari badan.

8. Diriwayatkan di dalam kitab Sahih Al-Bukhari dan Muslim, daripada Nafi', daripada Ibn Umar r.a. bahawa Nabi Muhammad Salallahualaihiwasallam pernah bersabda, maksudnya:
“Sesungguhnya demam itu atau demam yang berat itu berasal daripada wap api Jahannam. Maka sejukkanlah dengan air.” (1)

9. Sentiasa basahkan badan bayi dengan air biasa. Tidak perlu air yang terlalu sejuk atau terlalu suam. Jika air itu terlalu sejuk, ini boleh menyebabkan badan bayi 'terkejut' dan menggigil. Manakala jika air suam atau panas maka lambatlah haba akan keluar dari badan. Cukuplah sekadar air paip pada suhu biasa. Oleh kerana ketika demam, badan bayi yang panas akan menyebabkan air basahan itu cepat saja kering, oleh itu perlulah kita mengelap badan bayi dengan kerap.


10. Boleh juga menjeram / menjelum / membasahkan kepala, bahagian pelipat dan badan bayi menggunakan petua – petua tradisi seperti air asam jawa, lendir daun lidah buaya, air daun bunga raya, air daun jambu batu dan air daun sirih. Masukkan daun bunga raya, daun jambu batu atau daun sirih ke dalam sebekas air dan ramas daun tersebut sehingga keluar airnya lalu jeram kepala dan badan anak anda dengan air tersebut. Perlu diketahui, tiada sebarang jaminan bahawa petua – petua ini adalah berkesan namun tidak salah mencuba dan berusaha dengan cara ini selagi tidak terlalu menyusahkan kita. Jika sukar untuk mendapatkan bahan – bahan yang disebutkan tadi, maka cukuplah sekadar air paip biasa sahaja.







(1) Kitab Tibbun Nabawi, Rawatan Penyakit dan Tips Menjaga Kesihatan Cara Rasulullah saw, karya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziah. Terjemahan & Tambahan: Abu Mazaya Al-Hafiz. Al-Hidayah, ms 57.






Thursday, May 31, 2012

Si kecil bercakap

Ada orang bertanya kepada saya, bagaimana mengajar si kecil bercakap?


Hmm.. saya bukanlah orang yang ahli dalam bidang ini, iaitu 'Speech therapist' atau 'Speech Language Pathologist'. Saya sekadar boleh berkongsi dengan kalian sebagai seorang ibu beranak ramai hehe.

Inilah biasanya apa yang saya lakukan:

1. Mula 'bercakap' dengan bayi sejak dia masih dalam kandungan lagi. Bacakan ayat Al-Quran, cerita – cerita menarik ataupun berzikir dengan agak kuat sekadar boleh didengar olehnya yang masih di dalam perut. Kalau ada kakak dan abangnya, ajak mereka untuk berinteraksi dengan bayi di dalam kandungan. Ajar mereka untuk 'mengurut' bayi, yakni mengurut perut kita sambil bercakap – cakap, berzikir, menyanyikan lagu kanak – kanak dll.
2. Selepas bayi lahir, banyakkan melakukan ekspresi muka kerana bayi suka melihat muka kita dan memek muka yang ditunjukkan. Ini boleh dilakukan pada bila – bila masa, sewaktu memandikannya, mengurutnya atau ketika menyusukannya. Bercakap – cakap dengannya dengan bahasa yang mudah, dan jangan terlalu laju.
3. Apabila si kecil sudah mula menunjukkan tanda – tanda mengeluarkan vokal, ajar perkataan – perkataan mudah kepadanya seperti “Allah”, “mama”, “ayah”, “hendak/nak/want” dan lain – lain. Ulang berkali – kali kerana anak – anak mudah belajar bila ada pengulangan. Janganlah mengharapkan dia terus boleh menyebut perkataan yang kita ajar hanya dengan sekali sebut. Sebaliknya, bersabar dan terus mengulang – ulang perkataan yang sama setiap hari sehingga si kecil biasa mendengarnya. Lama - kelamaan dia akan memahami maksud perkataan itu dan cuba menyebutnya sendiri. Kata kunci di sini adalah bersabar dan istiqamah.



4. Sentiasa bercakap dengan si kecil dengan kelajuan yang sederhana atau sedikit perlahan. Elakkan cakap terlalu cepat kerana walaupun mungkin mereka faham apa yang kita cakapkan, tetapi sukar bagi mereka untuk mengulanginya atau meniru perkataan tersebut..
5. Sentiasa perkenalkan perkataan baru kepada anak, seperti “Wasim nak biskut / air / buku?”, lalu tunjukkan biskut / air / buku kepadanya. Sebolehnya elakkan dari berkata begini “Wasim nak ni?” lalu menunjukkan biskut / air / buku tadi kepadanya. Jika kita sekadar berkata 'ni', maka dia tidak dapat belajar perkataan biskut / air / buku tadi.
6. Jangan jemu mengulang sesuatu perkataan dan jangan mengharapkan sebarang keajaiban yang dia terus boleh bercakap. Proses bercakap bukanlah sekadar menggunakan perkataan, sebaliknya ia adalah interaksi kasih sayang yang berterusan antara seorang ibu kepada anaknya.



7. Ada ibu yang menyangka, selagi anaknya tidak mengeluarkan perkataan sendiri (iaitu sekitar umur setahun ke atas), maka dia tidak perlu berbicara dengan anaknya itu! Oh jauh tersasar sekali sangkaan itu. Walaupun mungkin dia masih belum boleh menuturkan sebarang perkataan (umur bawah 1 tahun) tapi sebenarnya sejak dari lahir lagi anak – anak kita sudah mula mendengar bicara kita dan menyimpan info itu di dalam kotak memorinya. Bila tiba masanya, dia akan menggunakan info tersebut untuk kembali berinteraksi dengan kita. Maka, lebih banyak kita berbual dengan si kecil sejak lahir, lebih banyaklah info yang disimpan olehnya.
8. Sebaiknya, kurangkan penggunaan TV sebagai 'pengasuh' si kecil. Memanglah ianya lebih memudahkan kerana apabila mereka leka dengan siaran di TV, itu akan memberi kita ruang masa untuk melakukan kerja – kerja lain di rumah. Namun, kita tidak dapat mengawal apa yang dilihat dan didengar di dalam TV tersebut. Tambahan pula, siaran TV lebih berbentuk 1 hala dan anak tidak boleh berinteraksi dengan TV tersebut, hanya sekadar menontonnya. Ini dalam jangka masa panjang akan membantutkan proses perkembangan otaknya dari mencapai ke tahap yang optimum.
9. Elakkan juga bercakap dengan gaya 'baby talk' atau bercakap pelat dengannya. Walaupun bunyinya sungguh comel, namun ini tidak bagus untuk proses pembelajaran bercakap kepada si kecil kerana nanti dia akan menyangka bahawa 'baby talk' itulah cara sebutan sebenar. Saya pernah melihat seorang kanak – kanak berumur 6 tahun yang dimasukkan ke wad untuk satu kes. Bila saya bercakap dan bertanya soalan kepadanya, dia masih pelat seperti kanak – kanak berusia 3-4 tahun. Lalu saya terdengar perbualan kanak – kanak itu dengan bapanya. Rupa – rupanya si bapa masih bercakap dengannya menggunakan bahasa pelat, patutlah kanak – kanak itu tidak dapat bercakap dengan betul.

Allahua'lam, sekadar perkongsian dari saya kepada kalian. Sebarang penambahan atau teguran adalah amat dialu – alukan. Selamat mencuba!


Friday, May 04, 2012

Kenangan Forensic Medicine di PPUM

Tiba - tiba teringat kisah lama, sewaktu menjadi pelajar perubatan dulu. Pelbagai posting yang perlu kami lalui dan salah satu daripadanya adalah 'Forensic Medicine'.

Sepanjang dua minggu itu, aku bersama kumpulanku ditempatkan di dalam 'posting' Forensic Medicine. Ini adalah di antara posting yang paling tidak digemari kerana kami perlu 'belajar dengan mayat'. Dewan mortuarinya sajapun sudah kelihatan mengerikan, apatah lagi mahu menghadap mayat – mayat yang mati dalam pelbagai cara. Pada hari ini, Prof. Nadesan bertugas untuk mengajar kami bagaimana melakukan 'post mortem'.

Untuk memasuki dewan post mortem itu, kami perlu memakai but getah khas. Manakala kalau mahu, boleh juga memakai 'face mask', kalau tidak tahan dengan bau di dalam dewan tersebut. Dewan itu tidaklah terlalu besar, cuma sebesar 2 kali ganda bilik tidur yang standard. Namun yang pasti, ia sangatlah sejuk, sesejuk badan mayat yang memenuhi kolum – kolum 'laci' yang ditempatkan untuk mereka, persis seperti di dalam cerita CSI.

Aku sendiri kurang menggemari posting ini kerana bagiku, mengapa kita mesti melakukan post mortem dan menzalimi badan mayat yang tidak bernyawa itu? Sedangkan mereka juga pada satu ketika dahulu mempunyai maruah dan aurat yang dipelihara? Namun siapalah aku untuk menidakkan proses post mortem ini terutamanya jika itulah satu – satunya cara untuk membuktikan kebenaran, terutamanya di dalam kes – kes jenayah. Namun bagi aku, selagi boleh aku tidak mahu dan tidak akan benarkan tubuhku sendiri, dan orang – orang yang aku sayangi dilakukan post mortem tanpa sebab – sebab yang benar – benar kukuh. Kalau sekadar untuk akademik atau menambahkan pengetahuan mengenai sesuatu penyakit, maka lupakan saja.

Berbalik kepada kes pada hari ini, kelihatan di atas meja bedah, mayat dua lelaki Cina berumur di dalam lingkungan 30-an dan 40-an. Ah, melihatkan rupa mereka sahaja sudah menggetarkan perasaan aku, walaupun mereka bukanlah beragama Islam. Tapi seperti biasa Prof Nadesan bermuka selamba sahaja menghadap kedua – dua mayat tersebut. Alah bisa tegal biasa kata orang. Prof menerangkan bahawa kedua lelaki ini terlibat di dalam suatu kemalangan kereta yang ngeri. Kemalangan jenis 'head on collision', yang bermaksud kedua kereta mereka saling bertembung dari arah yang bertentangan. Salah seorang dari lelaki itu sebenarnya sudah mabuk, lalu tanpa sedar telah memasuki jalan lebuhraya melalui arah yang bertentangan! Bayangkan kejadian itu berlaku pada pukul 3 pagi, keadaan lebuhraya yang sunyi dan pastinya para pemandu membawa kereta dengan sangat laju. Mangsa yang seorang lagi benar – benar hanyalah mangsa keadaan, kerana dia memandu seperti biasa pada lorong yang betul di lebuhraya. Tiba – tiba ada kereta lain dari arah yang bertentangan yang melanggar keretanya dengan halaju yang tinggi! “Baaammm!” dia tidak sempat mengelak, hanya sempat menekan brek yang tidak memberi sebarang makna. Prof menunjukkan keadaan kakinya yang terkopak dan pecah kerana menekan brek terlalu kuat, namun hasil impak perlanggaran itu, menyebabkan tumit dan kaki kanannya pecah!

Rupanya sebelum kedatangan kami lagi, Prof sudah memulakan separuh dari proses post mortem itu. Dia perlu menoreh pada bahagian dada dan perut mayat untuk mengeluarkan organ dalaman mayat itu untuk didokumentasikan. Torehan berbentuk Y itu dimulakan dari bahu kanan dalam arah menyerong sehingga ke bahagian tengah dada (di ulu hati). Lalu torehan kedua adalah dari bahu kiri menuju ke bahagian tengah juga. Dari point itu, torehan lurus ke bawah sehingga mencecah ke bawah pusat. Bayangkan betapa siksanya mayat itu! Setelah itu, segala organ dalaman seperti hati, limpa dan buah pinggang perlu dikeluarkan untuk diperiksa dan ditimbang. Untuk kes ini, perut mereka juga ditoreh untuk melihat dan merekod kandungan perut.

Setelah itu Prof meminta kami melakukan sesuatu yang tak disangka – sangka. Dia menyuruh kami mencium bau di dalam perut mayat itu! Seorang demi seorang dari kami merapatkan hidung ke arah perut mayat dan menghidu aroma yang dihasilkan. Sungguh memualkan! Baunya sukar untuk dijelaskan, ia seperti bau bangkai bercampur dengan sedikit manis yang tengik. “Itulah bau alkohol di dalam perut.” Terang Prof kepada kami. Ia merupakan bukti yang kukuh bahawa salah seorang mayat itu telah memandu di dalam keadaan yang mabuk dan menyebabkan kemalangan itu berlaku.

Oh tidak mungkin aku akan lupa dengan posting ini dan aku berjanji tak mungkin aku akan menceburi bidang ini jika tiada keperluan yang nyata!

Monday, April 09, 2012

Jika Suatu Saat Nanti Kau Jadi Ibu

muslimahzone




Muslimahzone.com - Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, ketahuilah bahwa telah lama umat menantikan ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid. Agar kaulah yang mampu menjawab pertanyaan Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia: “Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan? Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?”

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Asma’ binti Abu Bakar yang menjadi inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus berjuang melawan kezaliman. “Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),” kata Asma’ kepada Abdullah bin Zubair. Maka Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid. Namanya abadi dalam sejarah syuhada’ dan kata-kata Asma’ abadi hingga kini.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya. Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun. Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih. Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain. Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab. Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”. Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram…”, sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses. Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri. Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

oleh: Muchlisin

sumber: Salimah

(zafaran/muslimahzone.com)

Wednesday, April 04, 2012

Kisah Keislaman Yvone Ridley, Wartawati Mantan Tawanan Taliban

muslimahzone


Muslimahzone.com - Yvone Ridley, Wartawati Sunday Express, berwarganegara dan tinggal di Inggris, yang ditangkap dan ditawan Mujahidin Taliban di Afghanistan kini telah menjadi muslimah, daiyah yang berkeliling dunia untuk menyerukan kebenaran Islam. Berikut kisah keislamannya.

Belajar Shalat di Penjara

Selama di penjara dan menjadi tahanan pasukan Taliban, aku menjadi tawanan terdekil. Maklumlah tidak ada air untuk membasuh muka. Aku juga diinterogasi dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku bingung. Pasukan Taliban juga membuat mentalku jatuh, aku pernah ditanya selama seharian. Aku semula membenci mereka yang menangkapku. Aku meludahi mereka, kasar terhadap mereka dan menolak makan. Aku tertarik Islam hanya ketika aku sudah bebas.

Meski begitu, aku diperlakukan secara terhormat dan baik sekali. Mereka mengatakan bahwa kalau aku sedih, maka mereka akan sedih juga. “Aku tidak percaya dengan semua yang aku alami. Orang pasti akan mengira aku akan diperlakukan secara tidak adil dan disiksa seperti tawanan perang,”tulisku dalam buku harian yang aku catat setiap hari.

Sulit dipercaya, apa yang aku gambarkan tentang keganasan pasukan Taliban ternyata tidak seburuk apa yang aku lihat. Selama di penjara tiap hari aku bangun dan melihat mereka melakukan salat berjamaah dan penuh dengan kekhusyuan. Terkadang aku juga menirukan cara mereka salat. Ada perasaan lain saat aku melakukan salat. Padahal aku dikurung bersama 10 missionaris Kristen. Mereka tiap pagi menyanyikan pujian doa. Tapi, aku tidak terpengaruh malah aku tertarik kepada cara mereka salat dan memperlakukan tawanan.

Aku dibebaskan oleh Mullah Omar pemimpin tertinggi pasukan Taliban. Mereka memperlakukan aku dengan penuh hormat dan baik sekali. Sampai aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa sekembaliku ke London aku akan mempelajari agama Islam.

Setiap lembar demi lembar Alquran aku baca. Aku makin tertarik dan membuatku kagum akan isi dan makna yang terkandung di dalamnya. Aku pernah diberi buku karangan Syeikh Abu Hamzah Al Masri. Isinya diterangkan soal pentingnya wanita menjaga diri dengan pakaian yang islami. Sampai-sampai aku membuka sekolah di Soho, London khusus untuk mempelajari Islam Taliban dan ajarannya bagi masyarakat London.

Terkesan Surat An Nisa karena Menghargai Wanita

Ketika, aku memutuskan untuk masuk Islam, aku disudutkan oleh banyak orang. Ada yang mengatakan, bahwa aku gila. Namun, aku membantahnya. Ketika aku mengatakan bahwa Islam tidak seburuk yang mereka pikir, aku disangka telah dicuci otak. Hampir semua orang menganggap aku kerasukan setan.

Aku disuruh untuk keluar dari Islam. Tapi aku tolak. Aku hanya percaya apa yang aku baca dalam Alquran. Di situlah perjalanan Islam-ku mulai tumbuh.

Ketertarikanku akan Islam karena adanya persamaan jenis kelamin. Dalam Alquran dinyatakan bahwa Tuhan tidak melihat jenis kelamin atau warna kulit. Namun, hanya melihat keimanan mereka. Bahkan Alquran memuat ayat tersendiri khusus wanita dengan segala problematikanya. Aku pikir Alquran adalah pemerjuang hak-hak perempuan dalam segala hal, termasuk soal perceraian yang sudah diatur 1500 tahun yang lampau. Sungguh hebat setiap kali aku buka tiap lembar dari Alquran.

Islam begitu menghargai wanita dalam soal kedudukan dan status. Dalam Alquran dinyatakan dengan jelas tentang kesempurnaan Islam dalam memandang wanita. Dalam pandangan kelompok Islam Taliban aku melihat banyak wanita muslimah yang tolong-menolong dalam mendidik anak, mencuci pakaian, dan belajar agama.

Pemandangan ini tentu tidak ada di negeri Barat yang aku pahami. Sering kali di Inggris para wanita dan laki-laki hanya sibuk mencaci dan mengkritik soal berat badan dan warna kulit.

Tahun 2003 aku dipecat dari Sunday Express karena keislamanku. Berbagai ancaman menghinggapi bahkan, tidak hanya ancaman yang aku terima. Visaku dibatalkan, aku benar-benar dalam masalah. Hidupku seperti dihancurkan oleh sistem politik yang tidak menguntungkan. Tapi aku tidak menyerah.

Apalagi ketika liputanku soal Usamah bin Laden ditayangkan. Aku sempat dituduh sebagai tersangka.

Ridley Memang Telah Berubah

Aku dulunya adalah penganut Kristen Protestant di Stanley dan menjadi penyanyi gereja di sana. Aku juga seorang guru agama di Sunday School. Tetapi, sekarang Aku menjadi muslimah yang getol menyuarakan tentang perdamaian dalam Islam.

Ia juga menyatakan,”Aku tidak pernah mengenali Muhammad sebelum ini tetapi pada hari ini Aku sanggup mati demi Muhammad SallaLlahu ‘Alaihi Wa Salam.”

Oleh: Abu Ikrimah Al-Bassam
Sumber : Mutiara Amaly Vol. 46

2009

(zafaran/muslimahzone.com)

Tuesday, April 03, 2012

Su’airah, Seorang Wanita Penghuni Surga



muslimahzone
Muslimah, Dia adalah seorang shahabiyyat bernama Su’airah al-Asadiyyah atau yang dikenal dengan Ummu Zufar radhiyallohu’anha. Walau para ahli sejarah tak menulis perjalanan kehidupannya secara rinci, karena hampir semua kitab-kitab sejarah hanya mencantumkan sebuah hadits dalam biografinya, namun dengan keterangan yang sedikit itu kita dapat memetik banyak faedah, pelajaran, serta teladan yang agung dari wanita shalihah ini.

Su’airah al-Asadiyyah berasal dari Habsyah atau yang dikenal sekarang ini dengan Ethiopia. Seorang wanita yang berkulit hitam, yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan penuh ketulusan. Ia adalah perumpamaan cahaya dan bukti nyata dalam kesabaran, keyakinan dan keridhaan terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah, Rabb Pencipta Alam semesta ini. Dia adalah wanita yang datang dan berbicara langsung dengan pemimpin orang-orang yang ditimpa musibah dan imam bagi orang-orang yang sabar, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.

Dialog mereka berdua telah dimaktub dan dinukilkan di dalam kitab sunnah yang mulia. Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya dengan sanadnya dari ‘Atha’ bin Abi Rabah ia berkata, Ibnu Abbas berkata kepadaku, “Inginkah engkau aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku pun menjawab, “Tentu saja.”

Ia berkata, ”Wanita berkulit hitam ini (orangnya). Ia telah datang menemui Nabishallallahu’alaihi wasallam lalu berkata:

“Sesungguhnya aku berpenyakit ayan (epilepsi), yang bila kambuh maka tanpa disadari auratku terbuka. Do’akanlah supaya aku sembuh.” Rasululloh shallallahu’alaihi wasallambersabda:

“Jika engkau kuat bersabar, engkau akan memperoleh surga. Namun jika engkau ingin, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.”

Maka ia berkata:”Aku akan bersabar.” Kemudian ia berkata:”Sesungguhnya aku (bila kambuh maka tanpa disadari auratku) terbuka, maka mintakanlah kepada Allah supaya auratku tidak terbuka.” Maka Beliau shallallahu ’alaihi wasallam pun mendo’akannya. (HR Al-Bukhari 5652)

Perhatikanlah … betapa tingginya keimanan wanita ini. Ia berusaha menjaga hak-hak Allah dalam dirinya. Tak lupa pula mempelajari ilmu agama-Nya. Meski ditimpa penyakit, ia tidak putus asa akan rahmat Allah dan bersabar terhadap musibah yang menimpanya. Sebab ia mengetahui itu adalah sesuatu yang diwajibkan oleh Allah. Bahwasanya tak ada suatu musibah apapun yang diberikan kepada seorang mukmin yang sabar kecuali akan menjadi timbangan kebaikan baginya pada hari kiamat nanti.

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“ Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan diberi pahala tanpa batas.” (QS Az-Zumar :10)

Di dalam musibah atau cobaan yang diberikan Allah kepada manusia terkandung hikmah yang agung, yang dengannya Allah ingin membersihkan hambanya dari dosa. Dengan keyakinan itulah Su’airah lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, kerana apa yang ada disisi Allah lebih baik dan kekal. Dan Ketika diberikan pilihan kepadanya antara surga dan kesembuhan, maka ia lebih memilih surga yang abadi. Akan tetapi di samping itu, ia meminta kepada Rasululloh shallallahu ’alaihi wasallam untuk mendoakan agar auratnya tidak terbuka bila penyakitnya kambuh, karena ia adalah waniya yang telah terdidik dalam madrasah ‘iffah (penjagaan diri) dan kesucian, hasil didikan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, dan menjaga hak Allah yang telah memerintahkan wanita muslimah untuk menjaga kehormatan dirinya dengan menutup aurat. Allah subhanahu wa ta’allaberfirman:

وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (Qs An-Nur: 31)




Su’airah telah memberikan pelajaran penting bagi para wanita yang membuka auratnya, bahwa hendaknya mereka bersyukur kepada Allah ta’alla atas nikmat kesehatan yang telah dilimpahkan kepada mereka. Berpegang dengan hijab yang syar’i adalah jalan satu-satunya untuk menuju kemuliaan dan kemenangan hakiki, karena ia adalah mahkota kehormatannya. Dalam permintaannya, Su’airah hanya meminta agar penyakit yang membuatnya kehilangan kesadarannya itu tidak menjadi sebab terbukanya auratnya, padahal dalam keadaan itu pena telah diangkat darinya! Akan tetapi, ia tetap berpegang dengan hijab dan rasa malunya!

Betapa jauhnya perbandingan antara wanita yang pemalu dan penyabar ini dengan mereka yang telanjang yang tampil dilayar-layar kaca dan terpampang di koran dan majalah-majalah. Tak perlu kita mengambil contoh terlalu jauh sampai ke negara-negara barat sana. Cukuplah kita perhatikan di negara kita tercinta ini saja, banyak kita temukan wanita-wanita telanjang berlalu lalang dengan santainya di setiap lorong dan sudut kota, bahkan di kampung-kampung tanpa rasa malu sedikitpun. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah sebutkan perihal mereka ini dengan sabdanya:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

“ Ada dua golongan penduduk neraka yang aku belum pernah melihat mereka: satu kaum yang memiliki cemeti seperti ekor sapi dimana mereka memecut manusia dengannya, dan kaum wanita yang berpakaian akan tetapi telanjang, genit dan menggoda, (rambut) kepala mereka seperti punuk onta yang miring. Sungguh mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapati baunya, padahal bau surga bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian (jauhnya).” (HR Muslim 5704)

Mereka tak ubahnya seperti binatang yang kemana-mana tak berpakaian karena mereka memang tidak berakal! Keluarnya mereka telah merusak pandangan orang-orang yang berakal. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda tentang mereka:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَان

“Seorang wanita itu (seluruhnya) aurat. Apabila ia keluar (rumah) maka setan akan membuat mereka nampak indah di hadapan orang-orang yang memandanginya.” (HR Tirmidzi 1206, dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no 6690)

Dan sungguh semua itu bertolak belakang dengan fitrah manusia. Allah ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (١٧٩)

“ Sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Dan mereka memiliki telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs Al A’raf :179)




Demikianlah sosok Su’airah al-Asadiyyah radhiyallahu’anha, wanita yang dipuji Rasulullahshallallahu ’alaihi wasallam akan kesabaran dan ‘iffah (penjagaan diri)nya. Semoga pelajaran agung yang telah diwariskannya dapat menjadi acuan bagi wanita muslimah menuju keridhaan Allah subhanahu wa ta’alla, dan menjadikan kita penghuni surga sebagaimana Su’airah, Aamiin.

sumber: majalah Mawaddah Edisi 7 tahun ke-3


(zafaran/muslimahzone.com)